Jowonews

Sego Ndoreng Khas Demak, Kuliner Legendaris Sejak Masa Kerajaan

Sego Ndoreng Khas Demak, Kuliner Legendaris Sejak Masa Kerajaan

Sega ndoreng atau nasi ndoreng adalah satu dari beberapa kuliner khas Demak turun temurun sejak masa kejayaan Kerajaan Demak Bintoro. Secara umum, nasi ndoreng mirip dengan pecel dalam hal komposisi sayuran dan bumbu kacang. Namun, ternyata cara memasak bumbu dan penyajian nasi ndoreng berbeda dengan pecel. Nasi ndoreng ini terdiri dari nasi yang dikukus kemudian ditumpuk di atasnya dengan sayuran yang direbus lalu diguyur dengan bumbu kacang. Setelah itu, pada bagian atasnya ditaburi “uyah goreng” dan nasi ndoreng pun siap disajikan dalam “pincuk” (wadah makanan tradisional, biasanya terbuat dari daun pisang atau daun jati yang dilipat menjadi segitiga, seperti kerucut dengan sematan lidi di bagian ujungnya). Dikutip dari laman resmi pariwisata Demak, masakan legendaris nasi ndoreng asal Demak ini sangatlah unik. Nasi ndoreng disajikan dengan tambahan “uyah goreng”. Uyah goreng merupakan sejenis serundeng yang terbuat dari kelapa parut yang kemudian dibumbui dan disangrai tanpa minyak hingga berwarna kecokelatan dengan rasa asin dan gurih. Nasi ndoreng ini terdiri dari nasi yang dikukus kemudian ditumpuk di atasnya dengan sayuran yang direbus lalu diguyur dengan bumbu kacang. Penyajian Nasi Ndoreng Penyajian nasi ndoreng saat akan dinikmati adalah dengan cara dipincuk. Pincuk adalah cara penyajian makanan dalam wadah makanan tradisional yang terbuat dari daun pisang atau daun jati yang dilipat menjadi segitiga, seperti kerucut dengan sematan lidi di bagian ujungnya. Inilah yang menjadi ciri khas nasi ndoreng.

Selat Solo, Steak Ala Eropa Khas Jawa

Selat Solo, Steak Ala Eropa Khas Jawa

Selat Solo adalah hidangan khas Solo yang berasal dari masa penjajahan Belanda. Selat Solo merupakan salah satu dari banyak kuliner khas Kota Surakarta yang terkenal di kalangan wisatawan. Di balik kelezatannya, ternyata hidangan ini adalah perpaduan antara masakan Eropa dan Indonesia yang dikenal dengan nama Bistik Jawa. Selat Solo memiliki rasa manis, asam, dan gurih. Hidangan ini memiliki aroma rempah yang khas. Selat Solo atau Bistik Jawa adalah hidangan daging yang diolah dengan berbagai jenis sayuran. Warna coklat pada hidangan ini berasal dari penggunaan kecap. Dahulu, hidangan bistik Jawa ini hanya dinikmati oleh kalangan bangsawan, namun sekarang mudah ditemui di berbagai restoran. Sejarah Selat Solo Menurut buku Etnografi Kuliner Makanan dan Identitas Nasional (2021) oleh Adzkiyak, selat Solo pertama kali muncul ketika Benteng Vastenburg yang terletak di depan gerbang Keraton Surakarta mulai dibangun. Makanan ini merupakan hasil dari pertemuan dan rapat yang sering diadakan oleh pihak Keraton dan pihak Belanda. Pada pertemuan tersebut, selalu disajikan makanan yang tidak cocok di mana orang Belanda harus diberikan daging saat makan sedangkan pihak Keraton terbiasa makan makanan dengan sayuran. Keluhan kedua pihak tersebut kemudian direspon dengan menciptakan menu baru yang menggabungkan bahan-bahan seperti wortel (wortelen), selada (sla), kentang (aardappel), buncis (boon), mentimun (komkommer), telur (ei), dan saus kecap (sojasaus) serta saus mayones. Selat Solo merupakan perpaduan bistik dan salad. Penggunaan nama selat berasal dari kata “slachtje” yang berarti salad. Dagingnya disebut steak yang berasal dari bahasa Belanda, “biefstuk”. Di Eropa, daging untuk steak disajikan dalam ukuran besar dan dimasak setengah matang. Raja-raja Kasunanan Solo tidak terbiasa makan daging seperti itu. Oleh karena itu, daging yang seharusnya dimasak setengah matang diubah menjadi daging sapi cincang yang dicampur sosis, tepung roti, dan telur. Bahan-bahan ini dicampur, kemudian dibentuk seperti lontong dan dibungkus daun pisang. Selanjutnya, bahan tersebut dikukus sampai matang. Daging yang sudah matang didinginkan. Setelah itu, diiris tebal dan digoreng dengan sedikit margarin. Penyajian Selat Solo Selat Solo disuguhkan dengan sayuran seperti wortel dan buncis yang direbus, tomat, dan daun selada. Untuk memberikan rasa kenyang, steak juga disajikan dengan kentang goreng. Di atas daun selada biasanya ditambahkan saus mustard. Terkadang ada yang menambahkan acar mentimun. Ciri khas lain dari Selat Galantin terletak pada kehadiran telur rebus. Gabungan steak dan salad sayuran membuat Selat Solo terlihat berwarna-warni sehingga menggoda siapa pun untuk segera menikmatinya. Sama seperti steak, Selat Solo juga diberi taburan lada hitam bubuk dengan butiran sedikit kasar sehingga memberikan sedikit sensasi pedas. Untuk sausnya, tercium pula aroma pala. Penyajian Selat Solo sangat berbeda dengan penyajian steak khas Eropa. Selat Solo disajikan dengan rempah yang cukup kuat dan disajikan dalam keadaan dingin. Sedangkan steak Eropa biasanya disajikan tanpa rempah dan disajikan dalam keadaan panas.

Resep Sayur Asem Jawa, Rasanya Lezat dan Segar

Resep Sayur Asem Jawa

Resep sayur asem Jawa menjadi salah satu menu pilihan favorit berbagai kalangan karena rasanya yang sangat segar dan enak. Menu sayur dengan kuah yang melimpah ini umumnya dapat ditemui di beberapa restoran dan warung makan ala Jawa. Bagi yang ingin mencoba memasak sendiri, bisa menggunakan resep sayur asem Jawa berikut ini. Sayur asem merupakan salah satu makanan atau sayur tradisional Indonesia yang menggunakan daun dan biji melinjo serta asam Jawa sebagai bumbu utamanya. Sayur asem khas Jawa memiliki ciri khas kuah yang sedikit pedas dan keruh, sehingga saat dinikmati terasa lebih segar dan enak di lidah orang Jawa. Sayur asem biasanya disajikan dengan tempe, tahu, ikan goreng, dan sambal. Dikutip dari buku yang berjudul ‘1010 resep asli masakan Indonesia petunjuk praktis dalam pemenuhan gizi anak dan keluarga’ (2008) karya Tim Tujuh Sembilan Tujuh dan ‘100 Resep Hidangan Sayur’ (2013) karya Dapoer 2 Iboe, berikut ini resep sayur asem Jawa yang bisa detikers coba di rumah. Resep Sayur Asem Jawa Resep 1 Bahan: Bumbu: Cara membuat: Resep 2 Bahan: Bumbu: Cara Membuat:

Nyadran, Nelayan Batang Larung Kepala Kerbau Ke Tengah Laut

Nelayan Batang

BATANG – Sebagai bentuk rasa terima kasih atas melimpahnya hasil laut masyarakat Klidanglor Batang mengadakan acara nyadran. Acara nyadran nelayan di Kabupaten Batang kali ini diadakan dengan meriah. Sebelum dilempar, kepala kerbau dan bahan persembahan yang telah ditempatkan di dalam perahu hias diarak terlebih dahulu menuju TPI Klidanglor Batang. Prosesi persembahan semakin meriah dengan diiringi grup musik perkusi dan pertunjukan dari sekolah menengah kejuruan SUPM. Masyarakat yang sudah menunggu di sekitar TPI Klidanglor menyambut dengan gembira. Selain prosesi pengarakan dan melempar persembahan kepala kerbau di tengah laut juga diadakan doa bersama, pertunjukan wayang, dan hiburan musik dengan artis dari ibu kota. Penjabat (Pj) Bupati Batang l, Lani Dwi Rejeki juga ikut dalam prosesi kapal hias yang akan melempar persembahan di tengah laut. “Ini adalah kegiatan tahunan yang dilakukan setiap bulan Suro, sebagai ungkapan rasa terima kasih nelayan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkah rezeki, keselamatan, dan semoga lebih sejahtera,” kata Ketua Panitia Acara Nyadran Nelayan 2023, Kardi, Rabu (26/7/2023). Lebih jauh lagi, selain sebagai ungkapan rasa terima kasih, juga untuk melestarikan tradisi budaya yang diwariskan secara turun-temurun. “Ini juga sebagai upaya untuk melestarikan budaya nenek moyang kita,” ujarnya. Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Batang, Teguh Tarmudjo menyatakan bahwa dalam satu tahun ini hasil tangkapan nelayan secara keseluruhan mengalami peningkatan. Teguh mengungkapkan peningkatan hasil tangkapan nelayan tersebut sebab hambatan perizinan yang telah berhasil diatasi dengan baik. “Syukur dalam periode satu tahun secara total lancar dan kecenderungannya dapat meningkat, karena pada 2023 ini hambatan perizinan dapat diatasi dengan baik tanpa mengganggu waktu nelayan, karena isu perizinan ini cukup memengaruhi kegiatan nelayan,” tutupnya. (Tribun/JN)

Penerbangan Umrah Dari Semarang Mulai 1 Agustus Nanti

Bandara Ahmad Yani

SEMARANG, Jowonews.com – Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang akan membuka penerbangan internasional lagi. Penerbangan ke luar negeri itu akan dimulai dengan perjalanan ibadah umrah ke Madinah pada tanggal 1 Agustus 2023 mendatang. Dalam penjelasan tertulisnya, PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang menyatakan penerbangan untuk umrah tersebut akan dibuka pada tanggal 1 Agustus 2023. Persiapan fasilitas pendukung juga telah dilakukan. “Selain memastikan kesiapan fasilitas, dalam persiapan awal kami tentu berkoordinasi dengan fasilitas bea cukai, imigrasi, karantina (CIQ) untuk memastikan kesiapan personel dalam menjalankan tugas. Kami juga melakukan serangkaian peninjauan lapangan bersama pihak yang terkait,” kata General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang, Hardi Ariyanto dalam pernyataannya, Rabu (26/7/2023). Ia menjelaskan persiapan untuk personel juga dilakukan untuk aspek teknis dan pelayanan. Selain itu, untuk memperlancar arus jamaah umrah akan disediakan tempat pertemuan dan area parkir khusus bagi pengantar dan penjemput jamaah umrah di sekitar area masjid bandara untuk mengatasi kemacetan pengunjung. “Untuk mengatasi kemacetan pengunjung baik pengantar maupun penjemput jamaah umrah, kami menyiapkan area parkir dan tempat pertemuan khusus di sekitar Masjid Bandara,” jelas Hardi. “Selain itu, kami juga memastikan semua komponen pendukung penerbangan tersedia dan dalam kondisi yang baik sehingga seluruh rencana penerbangan umrah ini dapat berjalan dengan aman, selamat, dan lancar,” tambahnya.

Kota Magelang Raih Gelar Kota Layak Anak Kategori Nindya

Kota Magelang Ramah Anak

MAGELANG, Jowonews.com – Kota Magelang mendapatkan gelar Kota Layak Anak 2023 kategori Nindya dengan penyerahan penghargaan tersebut oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga kepada Wali Kota Muchamad Nur Aziz. Pernyataan resmi dari Bagian Prokompim Pemerintah Kota Magelang di Magelang, Senin, menyebutkan penyerahan penghargaan tersebut dilakukan pada acara Penganugerahan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 di Hotel Padma Semarang, Sabtu (22/7) malam. Aziz menyatakan bahwa penghargaan tersebut berhasil diraih berkat kerja keras dan dukungan dari semua pihak yang terlibat, seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perlindungan Perempuan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMP4KB), berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, serta masyarakat setempat. Dia berharap, prestasi ini dapat terus meningkat di masa yang akan datang. “Semua kriteria untuk Kota Layak Anak harus kita penuhi dan kita tingkatkan. Yang paling penting adalah bagaimana kita dapat membuat anak-anak Kota Magelang merasa nyaman dan terlindungi dari segala hal yang dapat mengganggu mereka, seperti kekerasan,” ujarnya. Ia memberikan pesan kepada anak-anak Kota Magelang agar selalu memiliki semangat belajar dan mencapai cita-cita mereka. Kepala DPMP4KB Kota Magelang Nasrodin menyatakan bahwa mereka terus meningkatkan koordinasi antara gugus tugas dan OPD terkait dengan salah satu caranya melalui penugasan personel dari setiap OPD untuk mewujudkan komitmen Pemerintah Kota Magelang yang lebih baik terhadap hak-hak anak. “Untuk meningkatkan kualitas, kami akan melakukan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui bimbingan teknis mengenai Konvensi Hak Anak dan menyusun peratur Keterangan dari Prokompim Cabang Pemkot Magelang di Magelang, Senin menyebutkan, penghargaan tersebut diserahkan pada acara penganugerahan Kabupaten/Kota Layak Anak Tahun 2023 di Hotel Padma Semarang, Sabtu (22/7) malam. Ia menyatakan penghargaan ini menunjukkan dedikasi Pemkot Magelang terhadap pemenuhan hak anak di mana pemerintah hadir mewujudkan KLA dengan memberi hak untuk hidup, berkembang, mendapatkan perlindungan, dan berpartisipasi. “Kami menyadari bahwa anak adalah investasi keluarga dan negara. Anak yang kita cintai, kita perhatikan dan kita lindungi sekarang, semoga menjadi generasi berprestasi untuk kemajuan Indonesia,” katanya. Menteri Bintang Puspayoga mengungkapkan kegiatan ini sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi dan keseriusan kepala daerah berupaya menciptakan wilayah mereka yang aman bagi anak. “Tugas konstitusi juga mengharuskan negara untuk memenuhi semua hak anak, melindungi anak, dan menghormati pendapat anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang diratifikasi melalui peraturan perundangan lainnya,” ungkapnya. (Antara/JN)

Wajik Kletik Gula Jawa, Jajanan Legendaris Khas Banjarnegara

Wajik Kletik Gula Jawa, Jajanan Legendaris Khas Banjarnegara

Wajik kletik gula jawa adalah salah satu hidangan khas Banjarnegara yang sangat sayang untuk dilewatkan. Hidangan tradisional ini masih dibuat dengan cara yang sangat tradisional, dengan memasaknya menggunakan tungku tanah liat selama 4 jam. Makanan ringan ini memiliki rasa manis yang khas dan alami. Wajik kletik gula jawa memiliki tekstur yang keras, memberikan sensasi kletik-kletik dari beras, dan meleleh di mulut saat dimakan dengan rasa manis yang khas dan alami. Hidangan ini merupakan makanan khas dari Kalibening, Banjarnegara. Makanan ringan ini bisa dijadikan sebagai oleh-oleh dan bisa ditemukan di pegunungan utara Banjarnegara, tepatnya di Desa Sikumpul, Kecamatan Kalibening, Banjarnegara, atau bisa ditemukan di jalur Pekalongan-Dieng. Wajik kletik asal Banjarnegara ini termasuk dalam kategori makanan ringan yang legendaris. Saat ini, salah satu produsen Wajik Kletik, Tika Suryati merupakan generasi keempat. Cara Membuat Wajik Kletik Untuk menjaga konsistensi cita rasa, ia mengakui masih menggunakan metode yang dilakukan oleh pendahulunya. Salah satunya dengan tetap menggunakan kayu bakar dan tanpa zat pengawet. Proses pembuatan, pertama gula merah dicampur dengan beras ketan dan kelapa dalam panci besar. Biasanya, ini diaduk selama 4 jam secara terus-menerus untuk menghasilkan rasa yang sempurna. Setelah matang, siapkan peralatan untuk mencetak. Kemudian cetak adonan jangan sampai dingin, jika dingin akan mengeras dan tidak bisa dicetak. Setelah selesai dicetak, kemudian dijemur agar wajik bisa bertahan lama, karena tidak menggunakan zat pengawet dan zat pewarna. Wajik kletik ini biasanya digunakan saat ada perayaan seperti pernikahan, pengajian, dan juga syukuran. Selain itu wajik khas Banjarnegara ini juga dapat digunakan sebagai oleh-oleh.

Cerita Baru Klinthing Dibalik Keindahan Rawa Pening Semarang

Cerita Baru Klinthing Dibalik Keindahan Rawa Pening Semarang

Rawa pening adalah sebuah danau yang terletak di Kabupaten Semarang. Danau ini kerap menjadi objek wisata di kawasan ini karena keindahan alam yang disuguhkannya. Tidak hanya danaunya saja, panorama yang tersaji disekitarnya juga sangat indah. Sepanjang mata memandang ke kejauhan pengunjung akan melihat deretan pegunungan yang megah, mulai dari Gunung Merbabu, Andong, Telomoyo, Kelir dan lain-lain. Secara administratif, danau ini memiliki luas 2.670 hektar yang berada di tiga kecamatan yaitu kecamatan Banyubiru, kabupaten Tuntang dan kecamatan Ambarawa. Di balik keindahannya, Rawa Pening menyimpan legenda yang telah diceritakan secara turun-temurun oleh penduduk setempat. Legenda tersebut menceritakan tentang seorang anak laki-laki bernama Baru Klinting yang dikucilkan oleh penduduk desa dan menyebabkan banjir besar yang melanda seluruh desa. Cerita Baru Klinthing Dahulu kala, terdapat sebuah desa yang makmur dan indah di tanah kerajaan Mataram, yaitu desa Ngasem. Desa tersebut dipimpin oleh seorang kepala desa yang arif dan bijaksana bernama Ki Sela Gondang. Ia memiliki seorang istri dan seorang putri cantik bernama Endang Sawitri. Karena kutukan, Endang Sawitri harus mengandung sendiri dan melahirkan seorang anak berupa seekor naga. Naga itu kemudian diberi nama Baru Klinting oleh Endang Sawitri. Sebagai seorang anak, Baru Klinting pergi ke Gunung Telomoyo untuk bersemedi guna menghilangkan kutukan agar bisa menjelma menjadi anak normal. Ia bertapa sambil melilitkan tubuh naganya di puncak Gunung Telomoyo. Sayangnya, sekelompok warga Pathok yang berburu tidak melihat penampakan umum Baru Klinting. Mereka hanya melihat ekor Baru Klinting dan memotong daging dari ekor Baru Klinting untuk dibawa pulang ke desa mereka. Baru Klinting yang telah melewati masa semedi dan menjelma menjadi seorang anak, mendatangi masyarakat Pathok yang sedang merayakan sebuah pesta rakyaat. Baru Klinting meminta makanan dari penduduk desa. Namun, kondisi tubuh yang memprihatinkan, luka-luka dan bau amis membuat orang menolak bahkan menghinanya. Baru Klinting tidak begitu mempedulikan dan terus-menerus meminta makan dan minum dari penduduk desa ketika mereka mengadakan pesta. Dengan air mata dan kesedihan, Baru Klinting meninggalkan pesta. Ia menangis sambil berjalan hingga tiba di sebuah gubuk tempat tinggal seorang nenek tua bernama Nyai Latung. Baru Klinting pun meminta nenek itu minum. Melihat kondisi sang anak yang memprihatinkan, Nyai Latung terharu dan segera menyuapinya. Setelah makan dan minum, Baru Klinting berpamitan. Sebelum berangkat, dia berpesan kepada Nyai Latung untuk menaiki lesung ketika mendengar suara kenthongan. Baru Klinting kemudian kembali ke keramaian dan Baru Klinting pun menantang warga setempat untuk mencabut tongkat yang tertancap di tanah. Ajaibnya, tidak ada yang bisa mencabutnya, bahkan orang dewasa yang paling bertenaga sekalipun. Hanya Baru Klinting yang berhasil mencabut tongkat tersebut. Keajaiban terjadi, lubang yang dimasuki tongkat itu mengeluarkan banyak air. Angin semakin kencang dan terjadilah banjir besar. Tiba-tiba, kejadian tersebut membuat warga panik dan mengeluarkan suara Kentongan sebagai tanda bahaya. Banjir mulai melanda desa Pathok. Semua warga berlari menyelamatkan diri. Di tempat lain, Nyai Latung mendengar kenthongan di kejauhan dan teringat pesan Baru Klinting yang memintanya segera naik ke atas Lesung. Dalam kebingungannya, Nyai Latung kemudian menaiki Lesung dan dalam waktu sekejap air membanjiri desa Pathok. Dari atas lesung yang mengambang, Nyai Latung menyaksikan tetangganya yang tenggelam. Beberapa saat kemudian lesung Nyai Latung menepi, dan ia pun dapat kembali ke daratan. Dia baru menyadari bahwa dia adalah satu-satunya yang selamat dari banjir bandang tersebut. Dalam termangu, ia memandangi air bah di hadapannya menjelma menjadi hamparan rawa. Akhirnya Nyai Latung memutuskan tinggal di pinggir rawa tersebut. Ia menamakan desa yang tenggelam itu dengan nama Rawa Pening yang berasal dari genangan air bening yang membentuk rawa. Foto Dok. Kompas