Jowonews

Logo Jowonews Brown

Kabar Ndeso

KP2KKN Minta Penegak Hukum Sidik Bank Jateng

Bank Jateng
Logo Bank jateng
Logo Bank jateng

SEMARANG, Jowonews.com – Aparat penegak hukum diminta melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada PT Bank Jateng, terkait berbagai dugaan penyimpangan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jateng. Pasalnya, dugaan korupsi di PT Bank Jateng sudah sangat kuat sekali.

“Kalau tenggang waktu 60 hari yang diberikan oleh BPK RI sudah terlewati, BPK bisa melaporkan berbagai temuan atas operasional PT Bank Jateng ke aparat penegak hukum,”tegas Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, Senin (9/2).

Namun demikian, tanpa menunggu adanya laporan dari BPK RI, Eko Haryanto berharap kejaksaan, kepolisian atau KPK bisa langsung menangani dugaan korupsi di PT Bank Jateng.

“Saya mendesak aparat penegak hukum, bisa kejaksaan, kepolisian, bahkan KPK untuk menangani kasus dugaan korupsi di Bank Jateng,”pintanya.

Fakta banyaknya temuan penyimpangan itu, terungkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Operasional Pada PT Bank Jateng tahun 2013 dan 2014 sampai dengan bulan Juli. LHP itu No.446/LHP/BPK/XVIII.SMG/12/2014 tanggal 11 Desember 2014 yang ditandatangani Kepala BPK RI Perwakilan Jateng Dr Cris Kuntasi.

Lebih lanjut disampaikan Eko Haryanto, temuan BPK RI terhadap operasional PT Bank Jateng, sekarang ini sudah menjadi konsumsi publik. Bahkan media juga tiap hari memberitakannya. Dan kalau kasus korupsi itu bukanlah delik aduan. Apalagi temuan BPK RI ternyata sangat banyak. Sehingga aparat penegak hukum bisa langsung menangani.

Kalau temuan di PT Bank Jateng tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan semakin parah penyimpangannya. “Tiap tahun kan selalu ada temuan terhadap Bank Jateng. Bahkan sekarang ini juga ada yang disidangkan di pengadilan tipikor Semarang,”ungkapnya.

Banyaknya dugaan penyimpangan di PT Bank Jateng itu, karena pengelolaan yang memang tidak profesional dan asal-asalan. Kondisi itu diperparah oleh nafsu serakah para pengelolanya.

“Untuk dana sosial itu kan sebenarnya bisa untuk masyarakat banyak. Kalau melihat yang terjadi selama ini kan untuk memperkaya pengurusnya sendiri,”katanya.

BACA JUGA  Kejati Jateng Selidiki Dugaan Korupsi Anggaran Sapi Bunting di Blora

Kemungkinan kasus mark up dalam bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Wilayah Klateng, juga terjadi di daerah lain. Sebab, selama ini pemeriksaan yang dilakukan KPK menggunakan uji petik.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Tengah (Jateng) menemukan banyak temuan atas operasional PT Bank Jateng tahun 2013-2014 bulan Juli.

Diantaranya adalah penyaluran dana sosial yang melanggar SK Direksi dan tidak tepat sasaran sebanyak Rp 29,7 miliar. Bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Klaten Rp 1,7 miliar yang diduga telah di mark up.

Selain ini ada juga kredit bermasalah kepada PT Bum dengan plafond Rp 50 M, ternyata digunakan tidak sesuai persetujuan kredit.

Selain persoalan pemberian kredit proyek kepada PT Bum, BPK Jateng juga menemukan banyak persoalan lain di Bank Jateng. Diantaranya saldo Giro di Bank Indonesia (BI) per 31 Desember 2013 ternyata lebih saji (overstated) dan saldo rekening penampungan kliring tidak dapat dijelaskan.

Penyajian Giro ABA BCA atas kerjasama PT Bank Jateng dengan PT RS atas penggunaan ATM bersama per 31 Desember 2013 lebih saji (overstated).

Tidak hanya itu, di Bank Jateng ternyata juga ada kelebihan biaya pencadangan tantiem, jasa produksi dan penghargaan akhir masa jabatan direksi tahun 2013 sebesar Rp 39,416 M. Biaya itu belum diperhitungkan dalam biaya tahun 2014.

Bahkan persentase honorarium Dewan Komisaris juga melebihi ketentuan peraturan BI tentang pelaksanaan good corporate governance. Bank Jateng juga belum memberikan data yang lengkap atas rekening kas daerah kepada pemerintah daerah.

BPK RI juga menemukan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dana sosial pemugaran Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Klaten senilai Rp 1.750.000.000,00 tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya alias di mark up.

Dari hasil pemeriksaan atas transaksi dana sosial secara uji petik atas kegiatan pemugaran RTLH di wilayah Kabupaten Klaten, selain melalui APBD Pemkab Klaten juga mengajukan permohonan bantuan pemugaran RTLH ke PT Bank Jateng.

BACA JUGA  KP2KKN Persoalkan Honor Rp 376,107 M di Pemprov Jateng

BPK selanjutnya melakukan konfirmasi ke penerima bantuan secara uji petik dan berita acara pemeriksaan fisik kepenerima bantuan pada tanggal 31 Oktober 2014, dinyatakan bahwa penerima bantuan menerima dana bantuan yang ditransfer ke rekening masing-masing penerima sebesar Rp 7 juta.

Penarikan uang dilakukan secara kolektif dilokasi sekitar RTLH, yang dibantu oleh kas keliling milik Bank Jateng Cabang Klaten.

Penerima bantuan menyatakan bantuan diterima tunai sebesar Rp 1,4 juta sampai Rp 1,5 juta. Sedang sisanya sebesar Rp 5,5 juta- Rp 5,6 juta dalam bentuk material bahan bangunan.

Ketika dimintai keterangan BPK, penerima bantuan menyatakan bahwa jenis material yang dikirimkan sudah ditentukan, baik jenis, jumlah dan kualitasnya. Penerima bantuan hanya menerima bantuan, tanpa mengetahui perhitungan harga yang dihitung oleh vendor/toko bahan bangunan.

Namun dalam dokumen pertanggungjawaban yang dibuat oleh penerima bantuan menunjukkan bahwa nilai bantuan yang diterima Rp 7 juta. Bantuan tersebut seluruhnya bahan bangunan yang terdiri dari 10 jenis. Bukti pembayaran bahan bangunan tersebut dikeluarkan oleh 2 penyedia, yaitu TBSL dan UDPM.

Dokumen itu tidak sesuai hasil konfirmasi yang dinyatakan oleh para penerima bantuan, bahwa bahan bangunan yang diberikan hanya senilai Rp 5,5 juta-Rp 5,6 juta dan sisanya dalam bentuk tunai’

Kenyataan itu menurut LHP BPK tidak sesuai UU No.8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. UU No.42/2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.8/1983. SK Direksi No.0136/HT.01.01/2013 tentang dana sosial dan SK Direksi No.0390HT.01.01/2011 tentang pengelolaan dana sosial.

Sesuai ketentuan pasal 20 ayat (3) UU No.15/2014, jawaban atau penjelasan atas tindak lanjut rekomendasi BPK wajib disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan Senin (22/12) diserahkan. Dari hitungan itu, berarti tanggal 22 Februari BPK harus sudah mendapat penjelasan.(JN01)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...