Jowonews

Sungai Kemiri Masih Meluap, Komisi D DPRD Jateng Pantau Proyek dan Minta Penjelasan

Sungai Kemiri

TEGAL – Air Sungai Kemiri di Kota Tegal masih sering meluap dan membanjiri pemukiman warga sekitar. Melihat kondisi tersebut, Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah melakukan pemantauan terhadap tebing Sungai Kemiri dan meminta penjelasan dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Pemali Comal Dinas Pengelolaan Sumber Daya dan Tata Ruang (Pusdataru). Ketua Komisi D, Alwin Basri, menanyakan komposisi bahan-bahan untuk pembangunan bendungan atau parapet di Sungai Pemali Comal. Ia menilai hal itu penting, mengingat kekuatan bendungan saat air mulai meluap. “Kami masih mendapat laporan bahwa air sering keluar dan menyebabkan banjir di lingkungan sekitar pemukiman penduduk. Kenapa tidak pakai batu beton dan besi saja, mungkin jadi lebih kuat. Selain itu, lingkup kerja pembangunan sampai mana saja?,” tanyanya. Nur Hidayat, Sub Koordinator Pembangunan & Rehabilitasi Bidang Sungai Bendungan & Pantai Dinas Pusdataru Provinsi Jateng, menjawab pertanyaan tersebut didampingi Kepala Balai PSDA Pemali Comal Hendra Agustian. “Dalam pembangunan parapet, kami menggunakan konstruksi beton yang terdiri dari dua campuran yaitu beton siklop dan batu belah. Betonnya sendiri menggunakan beton ready mix 60 persen dan batu belah 40 persen. Ini insya Allah sudah kokoh menggulangi luapan air sungai,” jelas Nur. Penggunaan beton siklop dipilih karena harganya yang lebih murah, yaitu Rp 900.000 sampai Rp 950.000/kibik, dibandingkan dengan besi yang mencapai Rp 1.000.000. Anggota Komisi D, Masfui Masduki, menanyakan soal penghitungan 60% dan 40% tersebut, serta penyusunan pembuatan parapet agar kualitas tetap kokoh dan tidak jebol ataupun rembes. Nur Hidayat menjelaskan bahwa penyusunan beton dan batu belah dilakukan secara terpisah. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi rembesan dan kerapatan beton terjaga. “Kami juga selalu mengontrol komposisi kualitas beton, supaya terjaga 60-40 persennya itu dilihat dan dihitung dari dimensi tertentu dan luas tertentu. Lalu, untuk pengadonannya batu ditata dulu, ditempel disamping-sampingnya, baru masukin beton. Itu sambil dilempar-lemparkan batunya sehingga batu terbalut beton semua,” terangnya. Peninggian tanggul saat ini hanya dilakukan di sebelah kanan karena elevasi pengukuran awal menunjukkan perbedaan tinggi tanggul sisi kanan dan kiri. Sisi kiri lebih tinggi sampai di jembatan pantir. Lingkup pekerjaan meliputi hulu rel, normalisasi pengerukan kanan kiri sungai, dan pembersihan tanaman keras di sepanjang hulu rel. Tanaman keras tersebut menyebabkan penghambatan aliran dan luapan air sungai sehingga menggenangi perumahan warga. Kendala utama dalam pembangunan adalah anggaran. Penanganan dilakukan secara bertahap dan sesuai skala prioritas. “Pada 2023 ini sudah mengusulkan untuk 2024 tapi belum ada ketersediaan, nanti akan dilanjutkan pada 2025 untuk melanjutkan pembangunan tanggul Sungai Kemiri untuk mengurangi dampak luapan air di pemukiman warga,” tandasnya. (adv)

Persyaratan Baru Kenaikan Pangkat Guru Madrasah

Kenaikan Pangkat Guru Madrasah

SEMARANG – Guru dan pengawas madrasah di bawah Kementerian Agama (Kemenag) perlu mengetahui persyaratan baru untuk mengajukan kenaikan pangkat. Dalam surat edaran yang dikeluarkan Kemenag, dijelaskan bahwa persyaratan tambahan yang harus dipenuhi adalah mengikuti Uji Kompetensi Kenaikan Jabatan (UKKJ) melalui aplikasi SIMPKB. UKKJ ini bertujuan untuk menguji kemampuan teknis, manajerial, dan sosial-kultural guru dan pengawas madrasah. Hasil UKKJ akan menjadi salah satu indikator kemampuan guru dalam memberikan pembelajaran kepada siswa. Pada tahun 2024, Kemenag menargetkan untuk menguji 22.222 peserta UKKJ. Peserta akan dipilih berdasarkan masa kerja, lama bertugas, dan jumlah angka kredit. Guru yang telah memenuhi syarat dapat mengajukan kenaikan pangkat secara individu melalui situs web https://gtk.belajar.kemendikbud.go.id. Pendaftaran UKKJ dibuka hingga 15 Maret 2024. Berikut jadwal pelaksanaan UKKJ tahun 2024: Guru dan pengawas madrasah diimbau untuk memahami dan memenuhi persyaratan baru ini agar dapat mengajukan kenaikan pangkat sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Guru Mengabdi Puluhan Tahun, Kok Belum Terpanggil PPG?

Pendidikan Profesi Guru

SEMARANG – Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) menjadi incaran para pendidik untuk meningkatkan kualitas dan karier. Namun, ada guru yang sudah mengabdi puluhan tahun tapi belum pernah terpanggil mengikuti PPG. Mengapa bisa begitu? Ternyata, ada beberapa alasan yang bisa menyebabkan hal ini. Salah satunya adalah kuota peserta PPG yang terbatas. Setiap tahun, pemerintah hanya menyediakan kuota tertentu, sementara jumlah guru yang mendaftar biasanya sangat banyak. Selain itu, ketidaksesuaian data guru di sistem pendidikan juga bisa menjadi kendala. Jika data di Dapodik (Data Pokok Pendidikan), SIMPKB (Sistem Informasi Manajemen Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan), dan aplikasi lainnya tidak sinkron, guru yang seharusnya terpilih bisa terlewatkan. Bagi guru yang pernah mendaftar PPG sebelumnya tapi mengundurkan diri, mungkin perlu melakukan pembaruan data atau mengikuti mekanisme khusus untuk bisa mengikuti seleksi lagi. Beberapa daerah juga mungkin memprioritaskan guru dengan masa kerja tertentu saat seleksi PPG, untuk memenuhi kebutuhan guru di daerah tersebut. Meski belum terpanggil PPG, guru tetap bisa berusaha. Mereka bisa mengecek dan menyinkronkan data di Dapodik secara berkala, menghubungi Dinas Pendidikan untuk mengetahui alasan belum terpanggilnya, dan memantau informasi terbaru tentang PPG. Selain itu, guru juga bisa mengikuti pelatihan dan pengembangan diri untuk meningkatkan skor UKG (Uji Kompetensi Guru) dan portofolio. Jika memungkinkan, guru bisa mempertimbangkan PPG mandiri, meskipun biayanya ditanggung sendiri.

Anak Muda Dusun Kuwaluhan Magelang Antusias Nyekar Menjelang Ramadan

Anak Muda Dusun Kuwaluhan Magelang Antusias Nyekar Menjelang Ramadan

MAGELANG – Dalam nuansa kebahagiaan menyambut bulan Ramadan, tradisi klasik nyekar atau ziarah kubur masih menjadi kegiatan yang ramai di kalangan masyarakat Muslim Tanah Air. Dusun Kuwaluhan, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, turut meramaikan tradisi ini, dengan keterlibatan tidak hanya orang tua, tetapi juga para pemuda. Andika Nur Usman Ridho (24), seorang warga Dusun Kuwaluhan, menjelaskan bahwa kegiatan nyekar ini bukan lagi eksklusif untuk orang tua. Anak muda di daerahnya, termasuk dirinya sendiri, dengan penuh antusias, sering berkunjung ke kuburan, menjelang Ramadan. “Istilah nyekar ini digunakan untuk ziarah kubur sebelum Ramadan atau menjelang Lebaran. Mayoritas anak muda di sini, termasuk saya, masih sering nyekar ke makam sanak famili, bukan hanya orang tua,” ungkap Andika. Keterlibatan anak muda dalam tradisi nyekar di Dusun Kuwaluhan menciptakan keceriaan dan semangat kebersamaan menjelang bulan suci. Andika sendiri mengaku rutin melakukan nyekar ke makam simbah-simbah dan bulik di makam dusun setiap minggunya, terutama di hari Jumat, Sabtu, atau Minggu saat libur kerja. Tradisi Nyekar yang Berkembang di Desa Waturoyo, Kabupaten Pati Tradisi nyekar juga berkembang pesat di Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Soleh, seorang warga Desa Waturoyo berusia 29 tahun, menjelaskan bahwa nyekar yang awalnya didominasi oleh orang tua dan laki-laki, kini melibatkan anak muda dan perempuan. “Sekarang makin ramai anak muda yang nyekar. Kalau dulu, tradisi nyekar memang lebih cenderung didominasi orang tua. Tapi sekarang anak muda dan cewek juga ikutan nyekar, lo!” ungkap Soleh dengan semangat. Momentum mendekati bulan Ramadan menjadi alasan utama bagi umat Muslim untuk melakukan ziarah kubur. Bulan ini dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memperbanyak ibadah, dan ziarah kubur dianggap sebagai bentuk ibadah yang khusus. Para pemuda di Desa Waturoyo juga melihat tradisi nyekar sebagai tanggung jawab untuk melestarikan warisan leluhur. “Tradisi ini harus tetap dilestarikan anak-anak muda agar tidak hilang ditelan modernisasi. Tapi, anak muda juga harus tahu esensi dari nyekar itu sendiri, ya! Minimal tahu bahwa nanti kita akan meninggal juga,” jelas Soleh dengan penuh kesadaran. Inilah contoh positif di mana anak muda tidak hanya menjalani kehidupan mereka dengan semangat, tetapi juga merawat tradisi warisan leluhur, mengingat esensi kehidupan dan kematian. Semoga semangat positif ini terus menginspirasi generasi muda lainnya.

Mata Air Tuk Dungsono, Jejak Sunan Kalijaga di Gunungkidul

Mata Air Tuk Dungsono

YOGYAKARTA – Di sisi selatan Pulau Jawa, tepatnya di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sebuah mata air yang menyimpan kisah sejarah yang menarik. Mata Air Tuk Dungsono dipercaya sebagai tempat wudu Sunan Kalijaga, salah satu anggota Wali Songo yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Tanah Jawa. Mata air ini terletak di Padukuhan Plumbungan, Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Airnya yang bening muncul dari tebing setinggi 2 meter, berseberangan dengan aliran Sungai Kedungsono yang keruh. Menurut warga setempat, Gunawan, masyarakat percaya bahwa Sunan Kalijaga pernah singgah di mata air ini untuk berwudu. Kepala Dukuh Plumbungan, Sulistyo, juga menceritakan bahwa Sunan Kalijaga dan muridnya mencari air untuk wudu pada musim kemarau. “Sunan Kalijaga memasukkan jari telunjuknya ke sebuah lubang batu, lalu muncullah mata air tersebut,” ungkap Sulistyo. Nama Dungsono berasal dari banyaknya pohon sonokeling di sekitar mata air, sementara “kedung” berarti kolam. Selain sejarahnya yang menarik, Mata Air Tuk Dungsono juga istimewa karena airnya tidak pernah habis, bahkan saat musim kemarau yang panjang. “Saat gempa Jogja pada 2006, banyak mata air yang mati. Tapi Tuk Dungsono tetap mengalir,” kata Sulistyo. Tak jauh dari mata air, terdapat Petilasan Mbah Santri, murid Sunan Kalijaga yang dipercaya menyebarkan agama Islam di kawasan tersebut. Di petilasan ini, tongkat dan sorban Mbah Santri dimakamkan. Mata Air Tuk Dungsono menjadi bukti jejak petualangan Sunan Kalijaga di Gunungkidul. Keistimewaan airnya yang tidak pernah habis menjadi simbol harapan dan kemakmuran bagi masyarakat sekitar.

Mengenal Lebih Dekat Jamaah Islam Aboge yang Akan Berpuasa Mulai Rabu

Jamaah Islam Aboge

BANYUMAS – Jamaah Islam Aboge, yang dikenal dengan sistem penanggalan uniknya, sering menjadi perbincangan hangat. Mereka kerap memulai puasa Ramadan dan merayakan Idul Fitri pada tanggal yang berbeda dengan penanggalan resmi pemerintah. Penganut Islam Alif Rebo Wage (Aboge) tersebar luas di Kabupaten Banyumas, khususnya di wilayah Kecamatan Ajibarang, Gumelar, dan Wangon. Namun, seperti apa kehidupan umat Islam Aboge yang selama ini hidup berdampingan dengan masyarakat pada umumnya? Sulam (54), salah satu juru kunci Masjid Saka Tunggal Baitussalam, menjelaskan bahwa umat Islam Aboge adalah keturunan dari Kyai Mustolih atau dikenal sebagai Mbah Tolih. Mbah Tolih adalah seorang ulama yang menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut sekitar 7 abad silam. “Cikakak, konsep di bawah pendidikan dan pengajaran dari Mbah Tolih, yang membuat masjid. Tahunnya kurang jelas, namun sejarah mencatat bahwa masjid Saka Tunggal sudah ada sebelum era Kerajaan Demak,” ujar Sulam. Meskipun banyak umat Islam Aboge yang merantau, mereka tetap satu keturunan Mbah Tolih. Kepala Desa Cikakak, Akim, menambahkan bahwa lebih dari setengah penduduk desa tersebut adalah penganut kepercayaan Islam Aboge. “Lebih dari setengah warga desa Cikakak masuk Islam Aboge. Satu dusun itu otomatis. Dusun lain juga banyak yang mengikuti,” ungkap Akim. Meski memiliki sistem penanggalan yang berbeda, kelompok Islam Aboge nyaris tidak berbeda dengan masyarakat Muslim pada umumnya. Mereka menjalankan ibadah dan menggunakan kitab yang sama. Perbedaan utamanya terletak pada pengucapan, di mana Aboge mengutamakan “pasah” daripada “paseh.” “Paseh itu cara bacaan Al-Quran, harus sesuai dengan yang tertulis. Tapi kalau Aboge, disisi lain tetap menggunakan pasehnya, tetapi lebih fokus pada pasah-nya,” jelas Akim. Istilah “pasah” menunjukkan keyakinan dan akhlak, lebih berfokus pada perilaku dan keyakinan ketimbang ilmu pengetahuan. Meskipun tidak ada catatan tertulis silsilah para kuncen Aboge Cikakak, mereka tetap menjaga tradisi ini selama berabad-abad. Dalam konteks puasa Ramadan, penganut Islam Aboge Banyumas baru akan memulai puasa pada Rabu (13/3), menandai perbedaan penanggalan yang khas dan menarik untuk diikuti.

Mahasiswa Unsoed Raih Perak di Lomba Mandalika Essay Competition 4

Mahasiswa Unsoed

BANYUMAS – Tiga mahasiswa Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto kembali menorehkan prestasi membanggakan. Mereka berhasil meraih medali perak dalam ajang Mandalika Essay Competition 4. Gilang Saemanah, Nella Septiyani, dan Hana Ajengsih Dahliawati mengangkat judul esai “Essay Patch Inovatif Kombinasi Ekstrak Jahe Merah dan Daun Kemangi Sebagai Pereda Dismenore”. Esai mereka terpilih sebagai salah satu yang terbaik dari 78 tim dari berbagai universitas di Indonesia. “Kami terinspirasi dari tingginya prevalensi dismenore pada perempuan. Kami ingin mencari solusi dengan memanfaatkan potensi tanaman obat,” ujar Gilang, Ketua Tim Mahasiswa Unsoed. Mereka memilih jahe merah dan daun kemangi sebagai bahan utama patch pereda dismenore. “Kami tuangkan ide ini dalam bentuk esai dan alhamdulillah lolos finalis,” kata Gilang. Perjalanan menuju kemenangan tidaklah mudah. Tim Unsoed harus menyeimbangkan persiapan esai dengan kesibukan praktik kerja lapangan. Namun, berkat bimbingan dosen dan dukungan fakultas, mereka berhasil mempersiapkan diri dengan baik. “Kami sangat bersyukur bisa meraih medali perak. Ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang kesehatan,” pungkas Gilang.

Tata Cara Mandi Besar Setelah Berhubungan di Bulan Ramadhan

Tata Cara Mandi Besar

Bagi umat Islam yang berhadats besar, wajib melaksanakan mandi besar sebelum menjalani puasa Ramadhan. Berikut ini ringkasan tata cara dan niat mandi besar untuk puasa Ramadhan. Dikutip dari buku ‘Panduan Muslim Sehari-hari’ oleh Dr. KH. M. Hamdan Rasyid, MA, dan Ust. Saiful Hadi El-Sutha, mandi besar atau janabah adalah kewajiban bagi yang berhadats besar, seperti setelah berhubungan intim, keluarnya sperma, atau berhenti darah haid maupun nifas. Bagi Muslim yang berhadats besar dan berniat berpuasa Ramadhan, disarankan untuk mandi besar terlebih dahulu. Untuk panduan lebih lanjut, berikut penjelasan mengenai bacaan niat dan tata cara mandi besar puasa Ramadhan. Wajibkah Mandi Besar Saat Puasa Ramadhan? Seorang Muslim yang berhadats besar dianjurkan mandi besar sebelum menjalankan puasa Ramadhan. Anjuran ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam Surat Al-Maidah ayat 6. Mandi besar disarankan untuk menjaga kesucian dan kesejahteraan spiritual dalam menjalankan ibadah puasa. Alasan Mengapa Seseorang Harus Mandi Besar Penyebab seseorang harus mandi besar antara lain keluarnya mani atau sperma, berhubungan badan, dan berakhirnya masa haid atau nifas. Mandi besar tidak hanya membersihkan fisik, tetapi juga mempersiapkan diri untuk kembali menjalankan ibadah, seperti sholat. Niat Mandi Besar Puasa Ramadhan Niat mandi besar puasa Ramadhan seharusnya sama seperti niat mandi besar pada umumnya. Bacaan niatnya adalah: “Nawaitul ghusla li rafil hadatsil akbari fardhan lillaahi ta’aala” yang artinya, “Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar, fardhu karena Allah Ta’ala.” Tata Cara Mandi Besar Puasa Ramadhan Tata cara mandi besar puasa Ramadhan mengikuti petunjuk Rasulullah SAW. Beberapa langkahnya antara lain membaca niat, mencuci tangan, melakukan istinja, mengambil wudhu, menyentuh pangkal rambut, membilas kepala, dan membersihkan seluruh tubuh. Pastikan setiap bagian tubuh terkena air, termasuk bagian yang tersembunyi seperti ketiak dan lipatan kulit. Dengan memahami tata cara dan niat mandi besar ini, diharapkan umat Islam dapat menjalani puasa Ramadhan dengan kesucian dan kesejahteraan spiritual.