Jowonews

Tiwul Hangat, Cemilan Tradisional yang Tetap Hits di Era Milenial

Tiwul Hangat, Cemilan Tradisional yang Tetap Hits di Era Milenial

BOYOLALI – Tiwul, yang dahulu dikenal sebagai makanan pengganti beras di Jawa Tengah, kini masih tetap eksis dan bahkan menjadi cemilan favorit di beberapa daerah seperti Wonogiri, Boyolali, Grobogan, dan sekitarnya. Masyarakat kini mengonsumsi tiwul sebagai hidangan ringan yang lezat, terutama yang berbahan dasar singkong atau gaplek (singkong dikeringkan). Tiwul telah bertransformasi dari makanan cadangan menjadi cemilan yang digemari. Seorang warga Boyolali bernama Parno (47) memiliki ide kreatif dengan menjual tiwul dalam kondisi hangat, menambah daya tarik dan kelezatan produk tradisional ini. Parno bercerita bahwa awalnya ia mulai menjual tiwul di Tegalwaton Salatiga, terutama pada saat ada balapan pacuan kuda yang diadakan di sana. Terlihat bahwa tiwul memiliki daya tarik tersendiri, khususnya di kalangan muda-mudi. Parno kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan di pinggir Jalan Lingkar Selatan (JLS) Salatiga dan di Pasar Pasekan, dekat Taman Pemandian Tlatar. “Tiap hari masak bahan tiwul pukul 15.00 hingga 18.00. Rata-rata sehari bisa 2,5 kilogram bahan atau 30 porsi. Satu porsi cuma Rp 10 ribu,” ungkap Parno. Proses pembuatan tiwul melibatkan racikan dan pemasakan bahan-bahan seperti tepung gaplek, gula merah, dan garam. Parno menggunakan gula merah asli untuk memberikan kekentalan dan cita rasa khas. Meskipun keuntungan yang diperoleh sedikit, Parno tetap setia dengan usahanya karena mendapat respons positif, terutama dari generasi milenial yang menyukai tiwul hangat ini. Tiwul hangat bukan hanya menjadi cemilan yang lezat, tetapi juga pilihan yang lebih sehat karena tidak mengandung bahan pengawet atau pewarna. Produk ini menjadi favorit karena menggunakan bahan alami, menjadikannya pilihan yang aman dan menyehatkan. Dengan keunikannya, tiwul hangat terus memikat hati pembeli setia Parno di tengah pesatnya tren makanan modern.

Getuk Dalangan Kudus, Menikmati Jajanan Klasik yang Legendaris

Getuk Dalangan Kudus, Menikmati Jajanan Klasik yang Legendaris

KUDUS – Jajanan tradisional yang masih sangat populer adalah getuk, dan jika Anda berada di Kudus, Jawa Tengah, ada varian khas yang patut dicoba, yaitu getuk dalangan. Getuk dalangan dapat ditemukan di Dukuh Dalangan, Desa Barongan, Kecamatan Kota Kudus, yang berjarak kurang dari 500 meter dari Alun-alun Kudus. Warung ini sudah eksis selama sekitar 40 tahun dan dikelola oleh tiga generasi keluarga. Rochimah, pengelola saat ini, meneruskan usaha dari mertuanya, Suwarni. Dia membuat dan meracik sendiri getuk-getuk yang dijajakan, menekankan kepentingan kesegaran getuk sebagai daya tarik utama. “Semuanya saya buat sendiri, dari getuk sampai juruhnya. Getuknya harus fresh. Soalnya itu yang bikin Getuk Dalangan dicari banyak orang,” ungkap Rochimah. Singkong terbaik dipilih untuk membuat getuk, dan juruh (saus parutan kelapa muda dicampur dengan gula jawa cair) yang disiram ke getuk juga harus memiliki rasa yang istimewa. Selain getuk dalangan, di tempat ini juga tersedia berbagai jajanan tradisional seperti lopis, puli, moto belong, dan ketan. Warung ini buka setiap hari, kecuali Minggu, Ramadan, dan hari-hari besar, mulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Harga getuk yang dijajakan terjangkau, berkisar antara Rp3 ribu sampai Rp5 ribu. Pembeli juga dapat memilih apakah ingin getuknya disiram juruh atau tidak. Ada juga varian getuk berukuran besar berbentuk gunungan tumpeng dengan harga mulai Rp25 ribu, yang sering dipesan untuk acara lamaran. “Mau gula atau kelapa bisa dipilih. Kalau pengin manis ya pakai gula, kalau nggak yang tinggal disiram kelapa,” jelas Ima, salah satu karyawan di warung tersebut. Jadi, jika Anda berada di Kudus, Getuk Dalangan Kudus bisa menjadi pilihan yang menarik untuk dicicipi.

Sate Srepeh Rembang, Cita Rasa Pedas Gurih yang Menggugah Selera

Sate Srepeh Rembang, Cita Rasa Pedas Gurih yang Menggugah Selera

REMBANG – Bagi para yang gemar menjelajahi kekayaan kuliner, Jawa Tengah memang surganya. Selain sate blengong asli Brebes dan sate ambal khas Kebumen, di Rembang terdapat sate srepeh yang juga mencuri perhatian para penikmat kuliner. Berbeda dengan sate pada umumnya, sate srepeh ini terbuat dari daging ayam kampung. Tapi, yang bikin penasaran adalah bumbu yang meresap dalam setiap potongannya. Sekilas Tentang Sate Srepeh Sate Srepeh merupakan hidangan khas yang bukan hanya sekadar makanan, tapi juga bagian dari warisan kuliner yang telah melintasi generasi di wilayah ini. Berpadu dengan bumbu kacang yang merah menyala, Sate Srepeh membawa cita rasa pedas gurih yang membuatnya menjadi favorit tak hanya di sekitar Desa Sumberejo, tapi juga di seluruh Rembang. Keistimewaan Sate Srepeh tidak hanya terletak pada daging ayam yang lembut. Bumbu kacang yang melapisi setiap tusuk sate menawarkan pengalaman tak terlupakan, seperti mencicipi rahasia bumbu kacang pada tahu campur yang terkenal di daerah ini. Penjualnya mengambil dua nasi yang dibungkus daun jati, lalu dibuka menjadi nasi yang berbentuk kotak seperti lontong. Nasi tersebut kemudian diguyur dengan kuah lodeh. Uniknya, sate ini tidak hanya menggunakan daging ayam, jeroan pun turut disajikan. Pembeli bebas memilih antara sate daging atau jeroan. Satu porsi sate srepeh terdiri dari sepuluh tusuk sate, lima di antaranya berisi jeroan dan sisanya daging ayam. Sate Srepeh Warung Bu Slamet Di kawasan Rembang, Warung Bu Slamet dikenal sebagai salah satu destinasi kuliner yang terkenal dengan sajian Sate Srepeh. Warung ini terkenal karena kekonsistenannya. Bagaimana tidak, meski ramai, penjual hanya menyiapkan 500 tusuk sate setiap hari dan 1.000 tusuk pada hari libur. Bu Slamet, pemiliknya, mulai beraktivitas pukul 03.00 WIB. Ia memulai aktivitasnya dengan menyiapkan bumbu dan daging ayam secara telaten.

Alakathak, Pesona Kuliner Khas Sukoharjo yang Hanya Ada Saat Kliwon dan Pon

Alakathak, Pesona Kuliner Khas Sukoharjo yang Hanya Ada Saat Kliwon dan Pon

SUKOHARJO – Siapa yang tahu kuliner alakathak? Mungkin sebagian besar dari kita belum pernah mendengar nama makanan yang satu ini. Namun, alakathak, kuliner khas Sukoharjo, ternyata menyimpan kelezatan yang mampu menggoda selera. Tak seperti makanan populer lainnya, alakathak hanya muncul di pasar pada hari-hari tertentu, yaitu setiap Kliwon dan Pon di Pasar Tawangkuno, Sukoharjo. Ini membuat para penikmat kuliner harus bersabar menanti momen spesial untuk menikmati hidangan yang satu ini. Dari informasi yang dirangkum dari Nuansa Persada dan Makanan Khas Jawa Tengah, alakathak merupakan sajian istimewa dari Kecamatan Weru, Sukoharjo. Meskipun belum begitu terkenal di telinga banyak orang, alakathak telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner masyarakat setempat. Keistimewaan alakathak tidak hanya terletak pada rasa lezatnya, melainkan juga pada proses pembuatannya yang melibatkan sentuhan tradisional. Tempe olahan dari koro benguk, mie dari tepung kanji, semuanya melalui tahapan rumit yang membuatnya begitu unik. Proses dimulai dengan merebus koro benguk hingga matang, kemudian merendamnya selama beberapa hari. Benguk kemudian dikukus, dihaluskan, dan dibungkus dengan daun jati atau daun pisang. Semua langkah ini tetap menggunakan metode tradisional, memberikan sentuhan khas yang sulit ditemui di hidangan lain. Mie pendamping alakathak juga memiliki cerita tersendiri. Dibuat dari tepung kanji yang dicampur dengan air mendidih, kemudian dipipihkan dan direbus hingga mengapung. Tekstur kenyal mie ini menambahkan kesan istimewa saat disantap bersama alakathak. Tak heran, meski hanya dijual pada hari-hari pasaran tertentu, banyak orang yang rela datang dari jauh untuk mencicipi kuliner khas Sukoharjo ini. Harga yang terjangkau, mulai dari Rp500, membuat alakathak semakin menarik bagi para pecinta kuliner lokal. Jadi, jika kamu berkesempatan berkunjung ke Sukoharjo, pastikan untuk tidak melewatkan kesempatan emas menikmati kelezatan alakathak. Sebuah pengalaman kuliner yang sulit untuk dilupakan!

Soto Sangka Banyumas, Kelezatan yang Telah Melegenda Sejak Zaman Kolonial Belanda

Soto Sangka Banyumas, Kelezatan yang Telah Melegenda Sejak Zaman Kolonial Belanda

BANYUMAS – Di tengah predikatnya sebagai kota lama atau kota tua, Kecamatan Banyumas memiliki kuliner legendaris yang telah menggoda lidah sejak zaman penjajahan Belanda. Soto Sangka Banyumas, soto ayam yang hanya ada di Banyumas, tepatnya terletak di Desa Kedunguter, Kecamatan Banyumas. Melihat dari luar, warung ini terlihat sederhana, hanya berupa bangunan dari papan dengan ukuran tidak lebih dari 6 x 4 meter. Begitu masuk ke dalam warung, mata disambut oleh gerobak mini dengan panci besar berisi kuah soto yang sedap. Di sana, seorang perempuan tengah baya dengan penuh semangat sibuk meracik beragam sayuran dalam beberapa mangkuk kecil. “Pernah ada yang menambahkan kepala ayam atau rempela ati, dan kami sajikan dalam mangkuk yang berbeda-beda,” tutur Sumarni, sang pemilik warung. Kuliner soto ini terdiri dari ketupat yang dipotong kecil, disajikan dengan taburan kecambah, soun, dan daun bawang, kemudian diberi sentuhan terakhir berupa taburan bawang goreng yang melimpah, setelah potongan ayam kampung memenuhi mangkuk. Sumarni dengan ramah menyiramkan kuah soto dan menyuguhkannya kepada para pelanggan. Untuk melengkapi hidangan soto, warung ini menyediakan kerupuk gratis di setiap meja. Ada dua hingga tiga toples besar berisi kerupuk dan mireng di setiap meja, memungkinkan pelanggan untuk mengambil sebanyak yang mereka inginkan. Setelah melayani pelanggan, Sumarni berbagi cerita bahwa dia mewarisi usaha dari ayahnya, yang juga meneruskan dari kakek buyutnya. Sampai saat ini, warung soto turun temurun ini masih setia dengan resep warisan dari kakek buyutnya, dengan memasak kuah soto menggunakan tungku dan kayu bakar, tanpa bahan penyedap. Keunikan inilah yang membuat Soto Sangka selalu dicari oleh para pelanggan setianya. Harga satu porsi soto ayam kampung di warung ini sangat terjangkau, hanya Rp 17.000, dan jika ditambah dengan kepala atau rempela ati, harganya bertambah Rp 7.000 untuk potongan ayam kampung tambahan. Warung soto ini buka mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. “Meskipun ada beberapa yang menawarkan pembukaan cabang, sesuai pesan ayah saya, saya memilih untuk tidak menerima tawaran tersebut. Biarlah Soto Sangka tetap menjadi kebanggaan kota lama Banyumas saja,” tutur Sumarni. Di tengah keberagaman kuliner yang terus bermunculan, Soto Sangka Banyumas berhasil mempertahankan pelanggan setianya berkat resep warisan yang dijunjung tinggi.

Tegal, Tempat Berkembangnya Seni Pembuatan Teh yang Penuh Sejarah

Tegal, Tempat Berkembangnya Seni Pembuatan Teh yang Penuh Sejarah

TEGAL – Tegal, selain dikenal sebagai kota Warteg, juga menyimpan cerita menarik tentang produksi teh di Indonesia. Di wilayah Pantura Jawa ini, terdapat enam produsen teh terkenal, dan masing-masing memiliki kisah unik di baliknya. Nah, bagaimana sih awal mula produksi teh di Tegal ini? Setidaknya, ada enam merek teh besar yang beroperasi di Tegal. Teh Tongtji, yang berdiri sejak tahun 1938, menjadi salah satu yang paling populer, bersama Teh Gopek (1942), Teh Dua Tang (1942), Pabrik Teh Gunung Slamat yang memproduksi Teh Sosro dan Teh Poci (1940), serta Teh Tatah. Cerita menarik dimulai dari era tanam paksa pada masa penjajahan Belanda yang dikenal sebagai cultuurstelsel, yang diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Graf Johannes van den Bosch pada tahun 1830. Saat itu, petani di beberapa wilayah Nusantara dipaksa menanam tanaman yang dianggap mahal dan menguntungkan di Eropa, termasuk teh. J.I.L.L Jacobson, yang menyadari nilai berharga teh pada masa itu, menyelundupkan bibit pohon teh dari Taiwan pada tahun 1832. Meskipun uji coba penanaman di Karawang, Jawa Barat, tidak berhasil, Jacobson tidak menyerah. Ia menyelundupkan kembali bibit teh, kali ini dari Tiongkok, dan berhasil menanamnya di Bandung. Meskipun awalnya tindakan ilegal, Jacobson akhirnya dianggap sebagai inspektur Hindia Belanda dalam penanaman teh. Sejak saat itu, Jacobson aktif menanam teh di berbagai wilayah, termasuk Karawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Banyumas, Kedu, Bagelen, Besuki, dan Banten. Di Tegal, penanaman teh dimulai di Kaki Gunung Slamet pada tahun 1846. Menariknya, kebun teh yang dikenal sebagai Bumijawa ini masih berdiri kokoh hingga kini. Di Bumijawa, jenis teh yang ditanam adalah Camelia Sinensis, yang dikenal sebagai bahan pembuatan teh wangi. Setidaknya, Teh 2 Tang, Teh Gopek, dan Teh Tongtji mendapatkan bahan utama mereka dari kebun teh ini. Sejarah pabrik teh pertama di Tegal dimulai pada tahun 1928, dengan berdirinya pabrik Teh Tatah di Slawi. Lie Seng Hok menjadi perintisnya, dan cucu pendiri teh ini, Laurensius Agung Sugiharto, menceritakan kisahnya. Namun, pamor Teh Tatah mulai merosot pada tahun 1956 karena persaingan bisnis. Meskipun dulu mampu mencapai pasar Jakarta, Teh Tatah kemudian hanya dijual untuk pasar lokal hingga pabriknya tutup pada tahun 1975. Meskipun begitu, semangat produksi teh di Tegal tetap berkobar. Pada tahun 1940-an, generasi baru pabrik teh mulai bermunculan dan belajar untuk membuat teh. Laurensius Agung Sugiharto, dengan santai, bahkan membagikan resep pengolahan teh hijau dan melati yang menjadi ciri khas pabrik-pabrik teh besar di Slawi. “Dulu, teh langsung digoreng manual, pakai paso, diungkep sama melati,” cerita Sugiharto. Selain itu, petani melati memberikan kuncup melati pada sore hari, sehingga wangi melati dapat meresap pada teh. Melalui perjalanan sejarah ini, Tegal menjelma menjadi pusat produksi teh besar di Indonesia yang memiliki keunikan dan kelezatan tersendiri.

Nasi Jagung Sambal Tumpang Warsiti, Kuliner Legendaris Khas Boyolali

Nasi Jagung Sambal Tumpang Warsiti, Kuliner Legendaris Khas Boyolali

BOYOLALI – Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, memiliki warung kuliner yang tak boleh dilewatkan. Berlokasi di Dusun Sidodadi, Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali Kota, warung Nasi Jagung Sambal Tumpang Warsiti telah menjadi favorit para pelanggan selama dua dekade terakhir. Menawarkan cita rasa yang khas, tempat makan ini terkenal karena menyajikan hidangan nasi jagung yang lezat dengan tambahan sambal tumpang, gudangan, gereh (ikan asin), dan petai goreng. Selain keunikan rasa, nasi jagung sambal tumpang ini juga dikenal karena topping daun adas yang direbus dan cenil yang disiram dengan sambal tumpang. Pemilik warung, Warsiti, mengaku bahwa awalnya dia hanya membuat nasi jagung untuk kesehatan pribadinya karena rendah gula. Namun, 20 tahun kemudian, hidangannya diminati oleh banyak orang. “Awalnya, saya hanya membuat nasi jagung untuk kesehatan badan sendiri. Kan rendah gula. Tapi saya kemudian terpikir untuk menjualnya pada 20 tahun lalu. Nggak disangka, ternyata banyak yang suka,” ungkap Warsiti. Dengan harga per porsi hanya Rp 10 ribu, pengunjung dapat menikmati kelezatan nasi jagung sambal tumpang yang tersedia dari pukul 10.00 WIB hingga 18.00 WIB. Meskipun warung ini sering ramai terutama saat jam makan siang, pengunjung yang datang dijamin akan puas dengan cita rasa dan harganya terjangkau. Selain nasi jagung sambal tumpang, Warsiti juga menyediakan hidangan lain seperti ketan cincau dan bubur tumpang. Kelezatan dan kesetiaan pelanggan seperti Rina Wahyuni, yang awalnya tidak suka tapi kini selalu mampir saat jemput anak sekolah, membuat warung ini menjadi tempat kuliner yang layak untuk dikunjungi. Jadi, jika Anda berada di sekitar Boyolali, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati kuliner lezat di Warung Nasi Jagung Sambal Tumpang Warsiti.

Sensasi Es Cobra Salatiga, Menikmati Dinginnya Minuman Legendaris di Musim Liburan

Sensasi Es Cobra Salatiga, Menikmati Dinginnya Minuman Legendaris di Musim Liburan

SALATIGA – Musim liburan Natal dan Tahun Baru telah tiba, dan tentu saja, kita semua menginginkan tempat yang menyenangkan untuk berlibur, bersantai, dan menikmati kuliner lezat. Bagi Anda yang berada di sekitar Jawa Tengah, ada satu rekomendasi yang tidak boleh dilewatkan, yaitu Es Cobra Salatiga. Mari kita simak seperti apa keunikan tempat ini. Salatiga, meskipun merupakan kota kecil, memiliki daya tarik tersendiri sebagai tujuan wisata akhir pekan atau musim liburan. Suasana nyaman dan area pedestrian yang indah membuat kota ini ideal untuk bersantai. Ditambah dengan suhu udara yang tidak terlalu panas, Salatiga adalah destinasi yang pas untuk dikunjungi. Selain itu, kota ini juga dikenal dengan berbagai restoran, kafe, dan warung kaki lima yang menyediakan aneka kuliner lezat. Es Cobra Salatiga adalah salah satu tempat yang patut dicoba. Meski namanya terkesan menyeramkan, tidak ada ular cobra yang terlibat dalam bahan makanan atau minuman di sini. Kedai ini telah menjadi legendaris sejak tahun 1980-an. Lokasinya strategis, berada tidak jauh dari Pasar Raya Salatiga, di Jl. Kalipengging No.4C, Kutowinangun Kidul, sebelah SD Bethany Anak Terang. Warungnya terlihat sederhana namun bersih dan rapi. Menu makanan dan minuman dipajang di dinding, memberikan kemudahan bagi pengunjung dalam memilih. Dari sekian banyak pilihan, dua minuman yang sangat direkomendasikan adalah es cobra dan es kencana. Meskipun bahan dasarnya sama, yaitu berbagai buah-buahan, kolang-kaling, cendol, dan tapai, keduanya memiliki keunikannya masing-masing. Es kencana menggunakan perasan jeruk, sementara es cobra mengandalkan santan, seperti yang dijelaskan oleh Wihikanwijna, pemilik blog Mblusuk.com. Selain minuman, beberapa hidangan yang banyak mendapat pujian antara lain ayam goreng modern, ayam kremes sambal hitam, ricebowl ayam saus asin, dan ricebowl nasi kulit. Konon, rasa unik makanan-makanan tersebut bisa menjadi pengalaman kuliner yang tak terlupakan. Harga di Es Cobra Salatiga juga terbilang ramah di kantong. Misalnya, ayam goreng modern bisa dinikmati dengan harga Rp27 ribu, sementara nasi liwet, nasi langgi, hingga ricebowl nasi kulit memiliki harga Rp22.500. Adapun harga minuman seperti es cobra, es kencana, es sarang burung, dan es buah berkisar Rp18 ribu. Es Cobra buka setiap hari kecuali Hari Senin, dari pukul 09.00 WIB hingga 20.00 WIB. Jadi, jika Anda ingin mencoba minuman segar di tempat yang unik, kunjungi Es Cobra Salatiga, terutama saat suhu udara cukup panas. Selamat menikmati liburan dan kuliner di Salatiga!